Aku bosan menyiangi angin atau menyibak dedaunan. bolehkah kita hidup tanpa tanda tanya?
Seribu tanya lebih baik dari titik. bisik angin dan dedaun selalu mengukir lengkung di titikku, mempertanyakanmu.
Buatlah aku tak jerih, jika setiap malam semisal tanda yang terus bertanya tentangmu. aku mencarimu pada tanya yang tak pernah terjawab, tak pernah usai.
Kukirim kau sebentuk koma, jika kau ingin menjeda sejenak. dan semesta, tak pernah memberiku titik untukmu.
Koma menjeda makna, memenggal maksud. dan titik? haruskah berakhir sebelum kutemukan jawaban darimu? sungguh, jangan beri aku titik.
Kita rangkai sebentuk huruf di antaranya. menjadi bait nafas yang menapaki kaki langit. menjadi garis untuk lirik rindu.
Begitulah huruf membebat jarak yang angkuh. berpuluh sajak tak berdaya merapal rindu. dengannya, ia menyelinap di selasela jemari.
Lalu titik kita? menguap di atas tengadah tangan, langit menukarnya menjadi rona kata yang disalin dari lengkung pelangi.
Dan kita telah paham, kata melukiskan pelangi itu di bening rindu yang kian mengabu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar